Spirit Bound ~ Bahasa Indonesia (Chapter 4) Fin

by - 11:22 PM

MENURUTKU, DENGAN TIDAK MENYEBUT-NYEBUT PEMBICARAANKU TERHADAP IBUNYA adalah hal yang tepat untuk kulakukan terhadap Adrian. Aku tidak membutuhkan kekuatan gaib untuk merasakan perasaannya yang bercampur baur saat kami berjalan menuju kamar tamu. Ayahnya membuatnya kesal, namun penerimaan ibunya terlihat mampu membangkitkan semangatnya. Aku tidak ingin merusaknya dengan membiarkannya tahu kalau ibunya menerima kami berpacaran karena dia menduga kalau hubungan kami hanya sementara, cuma sebatas kesenangan.

“Jadi kau akan pergi dengan Lissa?” tanyanya saat kami sampai ke kamarku.

“Yup, maafkan aku. Kau tahu -- hal-hal cewek.” Dan dengan kata ‘hal-hal cewek’, maksudku adalah berpisah dan masuk. Adrian terlihat sedikit kecewa, tapi aku tahu dia tidak akan cemburu dengan persahabatanku dan Lissa. Dia tersenyum kecil dan melingkarkan tangannya di pinggangku, merunduk untuk menciumku. Bibir kami bertemu, dan kehangatan yang selalu mengejutkanku mengalir ke dalam tubuhku. Setelah beberapa saat yang manis, kami berpisah, namun tatapan matanya mengatakan kalau hal ini tidak mudah untuknya.

"Sampai jumpa lagi," kataku. Dia memberiku satu ciuman cepat dan kemudian kembali ke kamarnya.

Aku segera menemui Lissa, yang sedang santai di kamarnya. Dia sedang menatap sebuah sendok perak dengan tajam, dan melalui ikatan kami, aku bisa merasakan apa maksudnya melakukan hal itu. Dia sedang mencoba memasukkan kompulsi roh ke dalam sendok itu, jadi siapa pun yang memegangnya akan merasa bahagia. Aku menebak-nebak apakah dia melakukannya untuk dirinya sendiri atau hanya melakukan percobaan secara acak. Aku tidak menggali pikirannya untuk mencari tahu.

"Sebuah sendok?" tanyaku geli. Dia mengangkat bahu dan meletakkan sendoknya.

"Hey, tidak mudah untuk membuat roh masuk ke dalam perak. Aku harus menggunakan apa yang bisa aku dapatkan."

"Well, benda itu dibuat untuk pesta makan malam yang menyenangkan," dia tersenyum dan meletakkan kakinya di atas meja kopi eboni yang berada di tengah-tengah ruang tamu kecil mewahnya. Setiap kali aku melihatnya, aku tidak bisa menolak untuk tidak mengingat barang-barang berwarna hitam dan mengkilat yang berada di ruangan tahanan mewahku dulu di Rusia. Aku telah melawan Dimitri dengan sebuah pasak yang terbuat dari kaki meja yang memiliki bentuk yang sama.

"Ngomong-ngomong, bagaimana pesta makan malammu?"

"Tidak seburuk yang aku bayangkan," aku mengakui. "Meskipun aku tidak pernah mengira seberapa kurang ajarnya ayah Adrian. Tapi ibunya sebenarnya cukup keren. Dia tidak masalah mengetahui kalau aku dan Adrian berpacaran."

"Ya, aku sudah pernah bertemu dengannya. Dia baik, meskipun aku tidak pernah berpikir kalau dia cukup baik untuk menerima hubungan skandal. Tebakanku yang mulia tidak datang, kan?" Lissa bercanda, jadi responku mengagetkannya.
"Dia datang, dan ... sebenarnya tidak terlalu buruk juga."
"Apa? Apa kau baru saja bilang 'tidak terlalu buruk'?"
"Aku mengerti, mengerti. Terdengar gila memang. Sebenarnya itu hanya kunjungan cepat untuk Adrian, dan dia bereaksi seolah bukan masalah melihatku ada disana." Aku tidak menyebutkan tentang pandangan politik Tatiana tentang para Moroi yang berlatih untuk bertarung. "Tentu saja, siapa yang bisa tahu apa yang akan terjadi jika dia bertahan lebih lama lagi saat tu? Mungkin dia akan berubah menjadi dirinya yang biasa. Aku mungkin memerlukan satu set perlengkapan perak kalau begitu -- untuk menghentikanku melemparkan pisau kearahnya."
Lissa mengerang. "Rose, kau tidak bisa membuat lelucon dari hal seperti itu."
Aku menyeringai. "Aku mengucapkan hal yang tidak berani kau ucapkan." Ucapanku mengembalikan senyuman di wajah Lissa.
"Sudah lama aku tidak mendengarnya," katanya lembut.

Perjalananku ke Rusia telah meretakkan persahabatan kami -- yang berakhir dengan menunjukkan betapa berartinya persahabatan itu untukku. Kami menghabiskan sisa waktu santai kami dengan membicarakan Adrian dan gosip yang lain. Aku lega melihatnya mulai lupa dengan perasaannya tentang Christian, namun selama waktu berlalu, rasa pusingnya tumbuh karena misi tertuda kami bersama Mia.

“Ini akan baik-baik saja,” kataku saat waktunya tiba. Kami sedang menuju halaman istana, berpakaian jeans dan kaos yang nyaman. 
Rasanya menyenangkan bebas dari jam malam sekolah, dan lagi , keluar di bawah sinar matahari yang cerah tidak membuatku merasa sangat tersamarkan.
“Hal ini akan mudah.”

Lisa menatapku namun tidak berkata apa pun. Para pengawal adalah penjaga yang keras dan kuat dalam dunia kami, dan ini adalah markas besar mereka. Menerobos masuk tidak akan menjadi apa pun selain menjadi hal yang mudah.

Mia terlihat telah menetapkan hati saat kami bertemu dengannya, namun begitu, aku merasa terdorong oleh sikapnya -- dan dia mengenakan pakaian serba hitam. Benar, pakaian itu tidak akan bekerja terlalu banyak di bawah sinar matahari, namun seragam itu membuat semuanya terasa lebih resmi. Aku hampir mati penasaran karena ingin tahu apa yag terjadi dengan Christian, dan Lissa juga merasakannya. Lagi-lagi hal itu merupakan satu dari banyak topik yang lebih baik dibiarkan untuk tidak dijelaskan.

Namun, Mia menjelaskan rencananya pada kami, dan sejujurnya aku merasa hanya 65 persen kesempatannya kalau hal ini akan berhasil. Lissa merasa tidak nyaman dengan perannya karena memasukkan kompulsi di dalamnya, tapi dia adalah berperan sebagai seorang pengaman dan setuju melakukanya. Kami mempersiapakan segalanya secara rinci beberapa kali dan kemudian mlali bergerak ke arah bangunan yang merupakan tempat para penjaga beroperasi. Aku pernah sekali kesana, saat Dimitri membawaku untuk melihat Victor di sekat sel yang berdekatan dengan penjaga. Aku tidak pernah menghabiskan banyak waktu di kantor pusat sebelumnya, dan seperti yang telah diprediksikan Mia, hanya ada sedikit staf di siang hari.

Saat kami masuk, kami langsung bertemu dengan wilayah penerima tamu seperti yang sering kalian temui di kantor-kantor administrasi yang lain. Seorang pengawal yang terlihat galak duduk di sebuah meja dengan komputer, rak berkas, dan meja disekelilingnya. Dia mungkin tidak memiliki banyak hal untuk dilakukan di malam hari, tapi dia jelas masih dalam tingkat kewaspadaan yang tinggi. Dibelakang ada sebuah pintu, dan itu menarik perhatianku. Mia telah menjelaskan sebelumnya kalau pintu itu adalah jalan masuk ke semua rahasia pengawal, catatan-catatan mereka dan kantor utama -- dan merupakan daerah pengawasan yang mengawasi daerah-daerah beresiko tinggi di istana.

Galak atau tidak, laki-laki itu tersenyum kecil untuk Mia. “Bukankah sekarang sudah sedikit malam untukmu? Kau tidak berada disini untuk belajar, kan?”

Mia menyeringai balik. Dia pastilah satu dari pengawal yang akrab dengannya selama di istana. “Ah, hanya berjalan-jalan dengan beberapa teman dan ingin menunjukkan tempat disekitar sini.”

Dia mengangkat alisnya saat melihatku dan Lissa. Dia memberikan tundukan hormat kecil tanda mengenal. “Putri Dragomir. Pengawal Hathaway.”

Sepertinya reputasi kami telah mendahului kami. Itu adalah pertama kalinya aku dipanggil dengan gelar baruku. Itu mengejutkanku dan membuatku merasa sedkit bersalah karena mengkhianati kelompok dimana aku baru saja masuk di dalamnya.

“Ini Don,” kata Mia. “Don, Sang putri ingin meminta bantuan.” Dia menatap Lissa penuh arti. Lissa menarik napas panjang dan kemudian aku merasakan terbakarnya sihir kompulsi melalui ikatan kami saat ia memfokuskan tatapanya ke arah Don. 

“Don,” katanya sungguh-sungguh, “berikan kami kunci dan kode untuk berkas catatan di bawah. Dan kemudian pastikan kamera-kamera di daerah tersebut telah mati.”

Dia merengut. “Mengapa aku harus --“ namun saat mata Lissa terus menatapnya, aku bisa merasakan kompulsi itu menguasainya. Garis-garis di wajahnya perlahan berubah penuh kerelaan, dan aku menghembuskan nafas lega. Beberapa orang cukup kuat untuk menolak kompulsi -- khususnya Moroi biasa. Kompulsi Lissa lebih kuat karena roh, meskipun kau tidak pernah tahu jika seseorang mungkin saja bisa melawannya.

“Tentu saja,” katanya, berdiri. Dia membuka sebuah laci meja dan menyerahkan satu set kunci kepada Mia yang dengan cepat ia serahkan kepadaku. 
“Kodenya adalah 4312578.”

Aku memasukkannya dalam ingatanku dan ia memberi isyarat kepada kami untuk mengikutinya melalui semua pintu yang berkuasa. Di belakangnya, koridor menyebar di semua arah. Dia menunjuka kepada satu koridor di sebelah kanan kami.

“Di bawah sana. Belok ke kiri di ujung lorong, turun dua kali dan pintunya tepat di sebelah kanan.” Mia melirik ke arahku, memastikan kalau aku mengerti. Aku mengangguk dan dia kembali berpaling pada Don. “Dan sekarang pastikan pengawasan wilayah itu dimatikan.”

“Bawa kami kesana,” kata Lissa kuat.
Don tidak bisa menolak perintahnya dan kemudian Lissa dan Mia mengikutinya, meninggalkanku sendiri. Ini adalah bagian rencana yang hanya ada aku sendiri di dalamnya, dan aku bergegas turun ke ruangan. Fasilitasnya mungkin dikelola dengan ringan saja, namun aku masih bisa ditangkap seseorang -- dan tidak memiliki kompulsi yang bisa membantuku bicara untuk keluar dari masalahku. 

Petunjuk arah yang dberikan Don memang tepat, tapi aku masih harus bersiap jika ada kemungkinan akan memukul kotak kode dan masuk ke brangkas tempat penyimpanan. Baris demi baris lemari pengarsipan berderet ke bawah di ruangan besar. Aku tidak bisa melihat dimana ujungnya. Laci-laci bersusun hingga lima tingkat, pencahayaan fluorescent samar dan keheningan menakutkan memberikan suasana seram, hampir terasa seperti dihantui. Semua informasi para pengawal jauh sebelum zaman digital sekarang. Hanya Tuhan yang tahu seberapa panjang deretan arsip ini dari zaman dulu. Hingga masa-masa pertengahan di Eropa? Aku mendadak merasa takut dan berandai-andai apakah aku bisa melalui ini semuanya.

Aku berjalan ke arah lemari pertama di sebelah kiri, merasa lega melihat rak tersebut diberi label. Labelnya terbaca sebagai AA1. Dibawahnya AA2 dan terus selanjutnya. Oh Tuhan. Hal ini membuatku harus mengambil beberapa lemari bahkan untuk keluar dari rak ‘AS’. Aku bersyukur pengorganisasian arsip sesederhana petunjuk alpabet, namun sekarang aku memahami mengapa lemari-lemari ini terus berlanjut selamanya. Aku harus berbali lebih dari tiga perempat dari jalan ke bawah ruangn untuk mendapatkan file ‘TS’. Dan itu tidak akan tercapai hingga aku mendapatkan lac TA27 yang telah ku temukan untuk arsip Tarasov Prison (Penjara Tarasov).

Aku mengap-mengap. Berkasnya tebal, dipenuhi oleh semua jenis dokumen. Ada halaman-halaman tentang sejarah penjara dan pola migrasi, sebaik tatanan lantai untuk setiap lokasinya. Aku hampir susah untuk percaya. Begitu banyak informasi .... tapi apa yang aku butuhkan? Apa yang akan berguna nantinya? Jawabannya datang dengan cepat: Semuanya! Aku menutup lacinya dan mengapit foldernya di bawah lenganku. Oke. Waktunya keluar dari sini. Aku berbalik dan mulai menuju jalan keluar di berjalan perlahan. Sekarang apa yang aku dapatkan adalah apa yang aku butuhkan, cara melarikan diri yang mendesak ini menekanku. Aku hampir sampai saat aku mendengar bunyi klik kecil dan pintu terbuka. Aku membeku sama seperti dhampir tak ku kenal yang baru saja masuk. Dia juga membeku, jelas sekali terheran-heran, dan aku menganggapnya sebagai berkah kecil karena ia tidak langsung mengunciku ke dinding dan mulai mengintrogasiku.

“Kau Rose Hathaway,” katanya. Tuhan begitu baik. Apa tidak ada orang yang tidak kenal dengan ku sebelumnya?
Aku menegang, tidak yakin apa yang akan terjadi sekarang, namun berbicara disaat pertemuan kami disini membuatnya sedikit terlihat masuk akal. “Ya begitulah seperti yang terlihat. Kau siapa?”
“Mikhail Tanner,” katanya, masih bingung. “Apa yang kau lakukan disini?”
“Melaksanakan perintah,” kataku lembut. Aku menunjukkan berkasnya. “Pengawal yang bertugas di sana membutuhkan sesuatu.”
“Kau berbohong,” katanya. “Aku lah pengawal yang bertugas untuk urusan berkas. Jika seseorang memerlukan sesuatu, mereka akan mengirimku untuk melakukannya.”
Oh, sial. Rencana berbicara dengan baik-baik gagal. Namun saat aku berdiri disana, pikiran yang aneh datang padaku. Penampilannya tidak kukenal sama sekali: rambut cokelat keriting, tinggi rata-rata, usia dua puluhan akhir. Cukup tampan, sungguh. Namun namanya ... sesuatu tentang namanya ....
“Nona Karp,” aku terkesiap. “Kau lah ... kau terlibat dengan Nona Karp.”
Dia membeku, mata birunya menatap tajam dengan hati-hati. “Apa yang kau tahu tentang itu?”

Aku menelan ludah. Apa yang telah aku lakukan -- atau yang aku coba lakukan adalah demi Dimitri -- bukanlah tanpa panutan. “Kau mencintainya. Kau pergi untuk membunuhnya setelah dia ... setelah dia berubah.”

Nyonya Karp telah menjadi seorang guru kami beberapa tahun yang lalu. Dia adalah seorang pengguna sihir roh, dan sebagaik efek penggunaanya, ia mulai menjadi gila, dia melakukan satu-satu nya hal yang bisa ia lalukan untuk menyelamatkan kewarasannya: menjaidi seorang Strigoi. Mikhail, kekasihnya, telah melakukan satu-satunya hal yang ia tahu untuk mengakhiri keadaan mengerikan itu: mencari dan membunuhnya. Terpikir olehku sekarang kalau aku tengah berhadapan dengan pahlawan dari sebuah kisah cinta yang hampir sedramatis kisah cintaku.

“Tapi kau belum menemukannya,” kataku lembut. “Iya kan?”
Lama sekali ia belum bisa menjawab pertanyaanku, matanya dengan berat mempertimbangkanku melalui tatapnnya. Aku menebak-nebak apa yang sedang ia pikirkan. Nona Karp? Rasa sakitnya sendiri? Atau sedang menganalisisku?

“Tidak,” katanya akhirnya. “Aku harus berhenti. Para pengawal lebih membutuhkanku.” Dia berbicara dengan tenang, terkontrol sebagaimana seorang pengawal yang memang harus menguasainya, namun di dalam matanya, aku melihat kesedihan -- sebuah kesedihan yang lebih kupahami. Aku ragu sebelum mengambil sebuah kesempatan yang aku punya untuk tidak di tangkap dan berakhir di dalam sel penjara.

“Aku tahu ... Aku tahu kau punya semua alasan untuk menyeretku keluar dari sini dan menangkapku. Harusnya kau melakukannya. Itulah yang memang seharusnya kau lakukan -- apa yang juga akan ku lakukan. Tapi sebenarnnya adalah, ini ...” aku kembali menganggukan kepalaku ke arah berkas yang kupegang. “Sebenarnya, aku sedang mencoba melakukan apa yang pernah kau lakukan sebelumnya. Aku sedang mencoba menyelamatkan seseorang.”

Dia diam. Dia mungkin sedang menebak siapa yang aku maksud dan mengasumsikan kata ‘menyelamatkan’ dengan ‘membunuh’. Jika dia mengenal siapa aku sebelumnya, dia pastilah tahu siapa mentorku sebelumnya. Beberapa orang telah mengetahui hubungan romantisku bersama Dimitri, tapi tentang aku yang mempedulikan Dimitri mungkin menjadi kesimpulan yang lebih dulu muncul. 

“Itu sia-sa, kau tahu,” Mikhail berkata pada akhirnya. Kali ini suranya pecah sedikit. “Aku telah mencoba ... aku telah mencoba sangat keras untuk menemukannya. Namun saat mereka menghilang ... saat mereka tidak ingin ditemukan ...” dia menggelengkan kepalanya. “Tidak ada yang bisa kita lakukan. Aku mengerti mengapa kau ingin melakukannya. Percalah padaku, aku sungguh-sungguh memahaminya. Namun itu tidak mungkin. Kau tidak akan pernah menemukannya jika dia tidak ingin ditemukan olehmu.”

Aku menimbang-nimbang seberapa banyak yang bisa aku katakan kepada Mikhail -- seberapa banyak yang seharusnya kukatakan. Terpikir olehku kemudian bahwa jika ada orang lain di dunia ini yang akan memahami apa yang tengah aku lalui sekarang, orang itu pastilah pria ini. Lagipula, aku tidak punya banyak pilihan disini. 

“Hal itu, kurasa aku bisa menemukannya,” kataku perlahan. “Dia sedang mencariku.”
“Apa?” alis Mikhail naik. “Bagaimana kau tahu?”
“Karena dia, um, mengirmiku surat tentang hal itu.”
Tatapan sengit pejuang tiba-tiba kembali dalam matanya. “Jika kau mengetahuinya, jika kau bisa menemukannya ... kau harusnya meminta bantuan untuk membunuhnya.”

Aku tersentak ketka mendengar kata terakhir itu dan kembali takut terhadap apa yang harus kukatakan selanjutnya.

“Apa kau memepercayaiku jika kukatakan kalau ada sebuah cara untuk menyelamatkannya?”
“Maksudmu dengan menghancurkannya.”
Aku menggelengkan kepalaku. “ Bukan ... maksudku benar-benar menyelamatkannya. Sebuah cara untuk mengembalikannya ke keadaannya semula.”
“Tidak,” kata Mikhail cepat. “Itu tidak mungkin.”
“Itu mungkin. Aku mengenal seseorang yang telah melakukannya -- yang mengubah kembali seorang Strigoi.” Oke, itu adalah kebohongan kecil. Aku sebenarnya tidak mengenal orang itu, tapi aku sedang mengikuti alur dari seseorang yang mengetahui seseorang yang telah mengenal seseorang. 

“Itu tidak mungkin,” kata Mikhail lagi. “Strigoi itu telah mati. Tidak pernah mati. Perbedaan yang sama.”
“Bagaimana jika memang ada sebuah kesempatan?” kataku. Bagaimana jika hal ini bisa dilakukan? Bagaimana jika Nona Karp -- jika Sonya -- bisa kembali menjadi Moroi lagi? Bagaimana jika kalian bisa kembali bersama lagi?” Ini juga berarti dia akan kembali gila, tapi hal itu adalah sebuah masalah teknis yang bisa dipikrkan nantinya. 

Rasanya seperti seabad menunggunya menjawab dan rasa pusingku semakin membesar. Lissa tidak bisa mengkompulsi seseorang selamanya, dan kukatakan pada Mia kalau aku akan menyelesaikan bagianku dengan cepat. Rencana ini akan hancur jika aku tidak segera keluar. Namun, melihatnya berusaha berhati-hati, aku bisa melihat topengnya mulai menghilang. Selama ini, dia masih mencintai Sonya-nya. 

“Jika apa yang kau katakan itu benar -- dan aku tidak mempercayainya -- maka aku akan ikut denganmu.”
Whoa, tidak. Tidak dalam rencana ini. “Kau tidak bisa ikut,” kataku cepat. “Aku sudah punya orang.” Kebohongan kecil yang lain. “Menambah lagi hanya akan mengacaukan rencananya. Aku tidak melakukannya sendirian,” kataku, memotong apa saja yang mungkin bisa menjadi argumennya selanjutnya.

“Jika kau sungguh-sungguh ingin membantuku -- benar-benar ingin mengambil kesempatan untuk mengembalikan Sonya -- kau harus membiarkanku pegi.” 
“Tidak mungkin hal seperti itu bisa menjadi kebenaran,” ulangnya. Namun ada keraguan dalam suaranya, dan aku memainkannya.

“Bisakah kau mengambil kesempatan?”
Keheningan lagi. Aku mulai berkeringat sekarang. Mikhail menutup matanya sesaat dan mengambil nafas dalam. Kemudian dia bergeser dan memberikan isyarat ke arah pintu. “Pergilah.”

Aku hampir melorot karena lega dan segera meraih tungkai pintu.
“Terima kasih. Sungguh terima kasih.”
“Aku bisa saja mendapatkan banyak masalah karena hal ini,” katanya letih. “Aku masih tidak percaya kalau hal ini mungkin.”
“Tapi kau berharap kalau ini mungkin.” Aku tidak butuh responnya untuk mengetahui kalau aku benar. Aku membuka pintu, namun sebelum aku melaluinya, aku berhenti sejenak dan meliriknya. Kali ini, dia tidak lagi menyembunyikan kesedian dan rasa sakit di wajahnya. 
“Jika kau serius ... jika kau ingin membantu ... ada satu hal yang bisa kau lakukan.” 

Bagian lain dari kepingan puzzle mulai tersusun sendiri untukku, jalan lain yang mungkin bisa kami lakukan. Aku menjelaskan apa yang aku butuhkan darinya dan terkejut mengetahui betapa cepatnya ia setuju. Aku tersadar kalau ia benar-benar mirip aku. Kami berdua telah mengetahui ide kalau mengembalikan Strigoi itu tidak mungkin .. namun kami sangat, sangat ingin mempercayainya bisa terjadi. 

Aku kembali ke atas sendirian setelah itu. Don tidak ada di mejanya dan aku berandai-andai apa yang Mia lakukan padanya. Aku tidak menunggu untuk mengetahuinya dan langsung keluar. Mia dan Lissa sudah menunggu disana, berjalan bolak balik. Tidak lagi terganggu oleh rasa pusing, aku membuka diriku ke dalam ikatan kami dan merasakan kegelisahan Lissa. 

“Terima kasih Tuhan,” katanya saat melihatku. “Kami pikir kau telah tertangkap.” 

“Sebenarnya ... ceritaya panjang.” Satu hal yang tidak ingin kuungkit-ungkit. “Aku mendapatkan apa yang kubutuhkan. Dan ... sebenarnya aku mendapatkan keseluruhannya. Kupikir kita bisa melakukannya.” 

Mia menatapku dengan pandangan masam sekaligus sedih. “Aku benar-benar berharap bisa tahu apa yang sedang kalian lakukan.” 

“Aku menggelengkan kepala saat kami bertiga berjalan pulang. “Tidak,” jawabku. “Aku tidak yakin kalau kau perlu mengetahuinya.”


Diterjemahkan langsung dari Novel Vampir Academy: Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Noor Saadah. This is truly  fanmade and  no profit work.

You May Also Like

4 komentar

  1. Terima kasih sudah menulis terjemahan VA 5 mbak...
    Salam kenal :D

    ReplyDelete
  2. tambah lagi dong terjemahannya ^_^

    ReplyDelete
  3. dinanti terjemahan chapter selanjutnya, makasih banyak udah mau nerjemahin :)

    ReplyDelete
  4. @ Feby Yolanda >> Sama2, salam kenal juga ;)
    @ Anonim 1 >> Sip, sudah. Maaf telat ya... :)
    @ Anonim 2 >> Sama2, trims juga udah mau blogwalking kesini hehehe

    ReplyDelete