Novel Keren: Moon Light by Rachel Hawthrone

by - 10:46 AM

"Pengalaman menerjemahkan memang sangat menyenangkan.
Terlebih lagi Moonlight benar-benar memaksaku untuk membuka kamus.
Banyak kata-kata yang masih asing di lidah dan ingatanku.
Dan sumpah, penerjemahan mungkin akan sedikit mengurangi nilai artistik dalam kata-katanya. Tapi aku sungguh menikmatinya.
Semoga suatu saat aku bisa jadi seorang penerjemah buku bestseller.
Amin."

Prolog

Cahaya bulan membasahi kami, membasahi Lucas dan aku.

Keheningan meresap ke dalam hutan. Pohon-pohon raksasa mengelilingi kami. Desir daun-daun mereka membisikkan peringatan dihangatnya hembusan lembut angin di malam musim panas. Tapi kami tak menghiraukan semua itu. Kami hanya peduli pada satu hal yang lain.

Dia lebih tinggi dariku dan aku harus menekuk kepalaku ke belakang untuk menatap mata peraknya.

Kedua mata itu menghipnotis, menyuruhku untuk menenangkan jantungku yang berdetak kencang tapi malahan membuatnya semakin cepat.
Atau semua itu dikarenakan bibirnya yang begitu dekat yang mengirim jantungku pada ritme yang kacau balau.


Dia mengambil langkah mendekat dan aku semakin mundur, tetapi sebuah pohon menghentikanku untuk pergi sejauh yang aku pikirkan.


Apa aku sudah siap untuk semua ini? Apa aku sudah siap untuk sebuah ciuman yang akan mengubah seluruh hidupku? Aku tahu jika dia menciumku aku tidak akan pernah menjadi sama lagi. Bahwa kami tidak akan pernah bisa menjadi sama. Bahwa hubungan kami akan berubah – 

Pikiranku tergagap oleh luasnya arti dari sebuah kata sederhana. Berubah. Ini berarti banyak untukku sekarang –
sekarang aku mengerti

Lucas tiba-tiba berdiri begitu dekat. Aku tidak melihat pergerakannya. Dia sudah berada disana. Dia dapat bergerak begitu cepat. Lututku melemah dan aku bersyukur aku sedang bersandar pada pohon yang kokoh.

Dia mengangkat tangannya dan menekankan lengan bawahnya pada kulit kayu di atas kepalaku seolah dia juga membutuhkan semacam penopang juga. Tingkahnya itu bahkan membuatnya semakin dekat. Aku merasakan sambutan rasa panas dari tubuhnya yang menyentuh tubuhku. Dalam situasi normal dia bisa saja menarikku untuk meringkuk manja padanya.

Dia sangat tampan di bawah sinar bulan. Indah, sungguh. Rambut lurus tebalnya – sebuah urutan warna-warna: putih, hitam, dan perak, dengan tambahan sedikit cokelat dalam ukuran yang pas – menggantung hingga bahunya. Ada dorongan kenekatan dalam diriku untuk menyentuhnya, untuk menyentuh dirinya.

Tapi aku tahu setiap gerakan yang aku lakukan akan menjadi tanda untuknya, sebuah tanda bahwa aku sudah siap. Dan aku belum siap.

Aku tidak menginginkan tawarannya. Tidak malam ini. Mungkin tidak selamanya.

Apa yang sebenarnya aku takutkan? Itu hanya sebuah ciuman. Aku sudah pernah berciuman dengan lelaki lain. Aku pernah mencium Lucas.

Jadi mengapa pikiran tentang ciuman Lukas malam ini membuatku takut? Jawabannya sederhana: Aku tahu kalau ciuman itu akan mengikat kami berdua selamanya.

Jari-jarinya dengan lembut menyisir rambut dari alisku. Dia pernah sekali berkata padaku kalau rambut yang menjuntai seperti ini mengingatkannya pada seekor rubah. Dia memikirkan semua yang berhubungan dengan hutan. Sangat cocok untuknya dan kehidupan menyendirinya.

Mengapa dia begitu sabar? Mengapa dia tidak mendorong saja? Bukankah dia merasakannya juga? Tidakkah dia mengerti betapa pentingnya peristiwa ini jika –

Dia menurunkan kepalanya. Aku tidak bergerak. Aku hampir tidak bisa bernafas. Mengesampingkan semua rasa keberatanku, aku menginginkannya. Aku mengharapkannya. Tapi aku masih berjuang untuk melawannya.

Bibirnya menyentuh bibirku. Hampir.

“Kayla,” ia bergumam mengundang, dan desah nafasnya yang panas membelai pipiku. “Ini waktunya.”

Air mata menyengat kedua mataku. Aku menggelengkan kepala, menolak untuk mengakui kebenaran dalam kata-katanya. “Aku belum siap.” 

Aku mendengar sebuah ketidaksenangan, mengeram serak dari jauh. Dia menjadi kaku. Aku tahu dia mendengarnya juga. Dia menjauhiku dan melirik ke belakang bahunya. Saat itulah aku melihat: selusin serigala beristirahat untuk menyerang di batas tepi hutan yang terbuka.

Lukas berbalik menatapku, kekecewaan terpancar di kedua mata peraknya. “Kalau begitu pilih salah satu. Tapi kau tidak akan bisa melalui semua ini sendirian.”

Dia membalikkan badannya dan mulai melangkah menuju para serigala.
“Tunggu!” aku berteriak memanggilnya.
Tapi sudah sangat terlambat.

Dia mulai membuang pakaian-pakaiannya dengan gerakan yang semakin cepat disetiap kalinya. Lalu dia berlari . Dia melompat ke udara –

Segera setelah dia membentur tanah, dia telah berubah menjadi seekor serigala. Dia bertransformasi dalam sekali kedipan berkilau dari laki-laki menjadi seekor binatang buas. Dia juga indah, sama indahnya seperti ketika ia dalam bentuk manusianya.

Dia memalingkan kepalanya dan mengonggong ke arah bulan, sebuah pertanda dari perubahan, pembawa takdir.
Suara kesedihan yang mendalam itu menggema hingga ke dalam diriku, memanggilku. Susah payah aku menolak untuk menjawab tetapi keliaran yang terletak jauh di dalam diriku terlalu kuat, terlalu teguh menginginkan jalan ini.

Aku mulai berlari kearahnya ....

Sangat sulit dipercaya bahwa kurang dari dua minggu yang lalu, aku menertawakan dan mengejek tentang pikiran bahwa werewolf itu memang benar-benar ada.

Dan sekarang, aku, Kayla Madison, akan menjadi salah satunya.



You May Also Like

0 komentar